Jumat, 05 Oktober 2007

Puisi

Sudut Malam Halaman Ibu


-aku tak pernah bisa ke ladang
hanya menyangkul di halaman ibu-

dan tentang sudut-sudut malam
yang kau ceritakan. Bulan melipat sekerat.
Sekarat. Sha, yang bercerita tentang kelam.
Dan aku hanya bisa meraba pada lelorong
tak pernah tersentuh. Oh, bohemian
cemas akan jarak dan kepulangan. Inikah kotaku,
kota dengan dinding-dinding penuh lumut.
“datanglah ke kotaku, Tuan!”

Malam-malam pada kecemasan. Menunggu
nyanyian kunang-kunang
di atas permukaan sungai. Dan haruskah
kutelusuri tentang jejak-jejak sunyi

dan halaman ibu yang menawarkan
kabar dan kubur. Inilah awal abad
kematianku. Pada ladang yang tak pernah tercangkul,
kering, seperti kota-kota yang ditinggal para penyamun.

Serta, Sha, ingin membagi
tentang kelam dan sunyi. Harusnya kubawa
pada halaman ibu.


Padang, 060703-0917

Puisi

Temu


Aku tak menemukanmu dalam dirimu
seperti aku tak menemukanku sebagai pejalan kaki
di trotoar kota. Pada akhirnya,
kita sama-sama menemu hari
di puncak-puncak gedung. Padahal aku
ingin menemuimu sebagai peladang
di pucuk-pucuk hari.


Padang, 070515

Tentang Peladang

Pinto Anugrah, menulis prosa karena mencintai kesunyian ladang dan sawah. Berasal dari kaum aristokrat minang, namun besar dengan kaum proletar minang di kota Padang. Sangat merindukan halaman ibu.